A. Pengertian
Stroke atau cedera
cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah
sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa pengertian
stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan
serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese,
nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke
trombotik (Wanhari, 2008).- ASUHAN KEPERAWATAN PENDERITA STROKE
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari
salah satu empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di
dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan
darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran
darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya
pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang
sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer
(2000) adalah:
1. Yang
tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang
dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
C. Patofisiologi
Otak
sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi
pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan
permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral
yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian
otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik
otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral
akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok
pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan
pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri
otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya
yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah
melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada
korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.
Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa
ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara
pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah
serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural
dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda
dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas
(pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema
serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark
serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah
terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer
& Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan
dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada
ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen
dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral,
bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi
setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup
jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal.
Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri
atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya
edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya
tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient
Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging):
menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler:
mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography):
mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,
kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
H. Asuhan Keperawatan
Dari
seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang
komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui
proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan
respon klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan
suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk
menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan
rencana perawatan klien dengan stroke non hemoragik.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan
klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien
serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah
lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda:
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
Gejala:
adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda:
hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
c. Integritas Ego
Gejala:
perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda:
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala:
perubahan pola berkemih
Tanda:
distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e. Makanan/ Cairan
Gejala:
nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah.
Tanda:
kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala:
sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
Tanda:
status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia,
ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g. Kenyamanan / Nyeri
Gejala:
sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda:
tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h. Pernapasan
Gejala:
merokok
Tanda:
ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
i. Keamanan
Tanda:
masalah dengan penglihatan, perubahan
sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal
objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,
gangguan dalam memutuskan.
j. Interaksi Sosial
Tanda:
masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala:
adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi
oral, kecanduan alkohol.
Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan
diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan
resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk
membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal
berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data,
membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis
keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito &
Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999)
meliputi :
a. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1) Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemoragi
3) Vasospasme serebral
4) Edema serebral
b. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan
1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan
d. Perubahan
sensori persepsi berhubungan dengan:
1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis
atau defisit)
2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan
oleh ansietas)
e. Kurang
perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
f.
Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g. Resiko
tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h. Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1) Kurang pemajanan
2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat
3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi
3. Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).
Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk
membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah
ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa
keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific
(khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality
(nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke
arah mana perawatan kesehatan diarahkan
dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan
kriteria hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke (
Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan pertama:
perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak
gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran
membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
3) Intervensi;
a) Pantau/catat status neurologis secara teratur
dengan skala koma glascow
Rasional: Mengkaji
adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan
darah.
Rasional: autoregulasi
mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
c) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra
Kranial (TIK).
d) Letakkan kepala dengan posisi
agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya
antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya
dapat mencegah pembekuan.
b. Diagnosa keperawatan kedua:
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas
secara minimum
2) Kriteria hasil mempertahankan
posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam
(telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c) Mulailah melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
d) Anjurkan pasien untuk membantu
pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi
lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.
c. Diagnosa keperawatan ketiga:
kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi
sesuai dengan keadaannya.
2) Kriteria hasil; Klien dapat
mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara
klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat kemampuan klien
dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi
kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
b) Minta klien untuk mengikuti
perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik
c) Tunjukkan objek dan minta pasien
menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan motorik
d) Ajarkan klien tekhnik
berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk
menyampaikan isi pesan yang dimaksud
e) Konsultasikan dengan/ rujuk
kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi.
d. Diagnosa keperawatan keempat:
perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
1) Tujuan; tidak ada perubahan
perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan
tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi;
a) Kaji kesadaran sensorik seperti
membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
b) Catat terhadap tidak adanya
perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau
sensasi yang lain)
c) Berikan stimulasi terhadap rasa
sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik
untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati
kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan
sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan
dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan
dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.
Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri
klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan
klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dan keluarga
dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri
perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal
hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih
dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat
berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang
indah dan klien tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan
personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga
sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi
Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Tujuan; tidak terjadi gangguan
harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi
dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan
penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
3) Intervensi;
a) Kaji luasnya gangguan persepsi
dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu
membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
b) Bantu dan dorong kebiasaan
berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan
kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap
perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam kegiatan
rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk
mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member
kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa
kemandirian dan menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
e) Rujuk pada evaluasi
neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap
perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
1) Tujuan; kerusakan dalam menelan
tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan
metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah,
mempertahankan berat badan yang diinginkan.
3) Intervensi;
a) Tinjau ulang patologi/ kemampuan
menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan
ditentukan oleh faktor-faktor ini.
b) Letakkan pasien pada posisi
duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan
proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
c) Anjurkan pasien menggunakan
sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan
dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
d) Anjurkan untuk berpartisipasi
dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam
otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
e) Berikan cairan melalui intra vena
dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional : memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
Diagnosa keperawatan kedelapan: kurang pengetahuan tentang kondisi dan
pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi
informasi, kurang mengingat
1) Tujuan; klien mengerti dan paham
tentang penyakitnya
2) Kriteria hasil berpartisipasi
dalam proses belajar
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
klien
Rasional: untuk mengetahui
tingkat pengetahuan klien
b) Berikan informasi terhadap
pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong
kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga
klien
c) Beri kesempatan kepada klien dan
keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan
kepada orang tua dalam perawatan anaknya
d) Beri feed back/ umpan balik
terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan
pemahaman klien atau keluarga
e) Sarankan pasien menurunkan/
membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan
proses berfikir.
4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas
kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat
pada klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan
tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita
secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau
tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif,
meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap
sentuhan, membantu klien dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang
penyakit, perawatan dan pengobatan stroke.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien
terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan.
Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses
keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual
dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan (Doenges
dkk, 1999).
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan
sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien
stroke adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil,
kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat
berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan
penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat memahami tentang kondisi dan cara
pengobatannya.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan
yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi
keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang
komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien (Potter &
Perry, 2005).
Format dukumentasi keperawatan:
a.
Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi
keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi
yang sering digunakan:
1)
SOR (Source Oriented Record)
Teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.Dalam
melaksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini
cocok untuk pasien rawat inap.
2)
Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data
penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien
yang digunakan pada pasien rawat jalan.
3)
POR (Problem Oriented Record)
POR
merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan keperawatan
yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan untuk
mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide pemikiran anggota
tim mengenai problem klien secara jelas.
b.
Format Dokumentasi
Aziz
Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
1)
Format naratif
Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari
dalam bentuk narasi.
2)
Format Soapier
Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada
masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di
identifikasi oleh semua anggota tim perawat. Format soapier terdiri dari:
a) S =
Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh
pasien.
b) O =
Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose
keperawatan meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info
dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
diagnostic laboratorium.
c) A =
Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
d) P =
Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi
tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
e) I =
Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
f) E =
Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap
intervensi yang diberikan.
g) R =
Revisi
Data
pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap
tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi
rencana asuhan kepeawatan.
3)
Format fokus/DAR
Semua
masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada
rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan
(action) dan respon (R)
4) Format DAE
Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana
setiap diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait
pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat
dengan suau diagnosa keperawatan.
5)
Catatan perkembangan ringkas
Dalam
menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah baru,
pemecahan masalah lama, respon pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien
terhadap tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana
keperawatan, adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan
(Harnawatiaj, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi
10. Jakarta: EGC.
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
edisi 3. Jakarta: EGC.
Harnawatiaj. (2008). Format Dokumentasi Keperawatan
(http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16 Juli 2010.
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Wanhari, M.A. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke
(http://askepsolok.blogspot.com/2008/08/stroke.html) di akses 19 Juli 2010.
Winarni, S. (2008). Karya Tulis Ilmiah
Stroke (http://etd.eprints.ums.ac.id/2926/1/J200050072.pdf, di akses 19
Juli 2010.